Suasana di Gereja Paroki Santo Barnabas tampak berbeda sejak sore hari. Umat dari berbagai lingkungan memadati halaman dan bangku-bangku gereja jauh sebelum Misa Kudus Kamis Putih dimulai. Misa pukul 17.00 dirayakan bersama Umat Berkarunia Khusus (UBK) yang didampingi oleh Juru Bahasa Isyarat (JBI), menambah semarak dan menghadirkan semangat inklusivitas dalam perayaan iman yang sarat makna ini. Terlihat antusiasme umat untuk mengikuti peringatan sakral ini secara langsung, sebagai bagian dari Tri Hari Suci yang mengawali jalan menuju Paskah.

Misa dipimpin oleh Romo Blasius Sumaryo, SCJ. Dalam homilinya, Romo Maryo memulai dengan mengingat kembali sejarah perjamuan terakhir Yesus bersama murid-muridnya yang melahirkan Ekaristi atau Sakramen Imamat. Ekaristi menjadi perayaan iman Katolik yang selalu dikenang untuk menyampaikan pesan mendalam dari perjamuan terakhir: cinta yang diwujudkan dalam pelayanan. Romo Maryo menjelaskan bahwa tindakan Yesus yang membasuh kaki para murid bukan sekadar simbol, melainkan ajakan konkret bagi setiap orang percaya untuk rendah hati dan melayani sesama dengan tulus, tanpa syarat.
“Perjamuan terakhir selalu mengingatkan kita bahwa Yesus telah mempersembahkan tubuh dan darahnya untuk kita. Perjamuan kudus itulah yang merupakan Paskah sejati yang bersumber dari korban Yesus sendiri maka kita merayakan Paskah; Yesus yang berkorban bagi kita,” tegas Romo Maryo dalam homilinya yang menyentuh banyak hati umat.

Setelah homili, panitia langsung bergegas mempersiapkan sarana dan prasarana pembasuhan kaki. Prosesi pembasuhan kaki menjadi puncak spiritual dalam misa ini. Dua belas umat dari beragam latar belakang dipilih sebagai representasi umat dari beberapa kelompok. Pada misa ini, keduabelas umat merupakan Umat Berkarunia Khusus (UBK). Dengan penuh ketulusan, Romo Maryo membasuh kaki mereka satu per satu, menciptakan susana gereja yang hening dan menyentuh. Pada saat inilah umat menyaksikan simbol nyata kerendahan hati Yesus. Hingga nantinya, umat dapat menghayati betapa mendalam makna kasih dan pelayanan dalam kehidupan sehari-hari.
Misa Kamis Putih ini menjadi pengalaman rohani yang mendalam bagi umat. Dari lautan manusia yang hadir, terlihat bahwa kerinduan akan makna sejati iman, kasih, pelayanan, dan pengorbanan yang masih kuat tertanam dalam hati umat Katolik. Melalui kekhusyukan liturgi, pesan kasih Yesus terasa hidup, nyata, dan menyentuh.
Sebagaimana dikatakan oleh Romo Maryo, kita perlu selalu menyadari bahwa Ekaristi merupakan peristiwa agung dalam hidup kita; doa tertinggi dan puncak sumber iman Kristiani yang memberi keselamatan bagi kita. Misa Kamis Putih memiliki makna pengingat bagi kita untuk mengikuti Ekaristi sebagai kesadaran iman. Pesan Yesus “Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku” berarti bukan hanya mengingat, melainkan menghadirkan peristiwa ini dengan mengikuti misa di gereja setiap minggunya.

Setelah doa penutup, umat mengikuti prosesi pemindahan Sakramen Mahakudus ke tabernakel dengan suasana yang sangat khusyuk. Lagu “Mari Kita Memadahkan” dilantunkan lembut, dan seluruh umat berlutut dalam adorasi yang hening. Tidak ada kata yang diucapkan, hanya doa yang dipanjatkan dalam hati masing-masing, mendampingi Yesus dalam kesendirian-Nya menjelang sengsara.
By Gisela Anabell
Leave a Reply